Surabaya, 13 Agustus 2025
Negeri buas yang mengerikan. Kemunculan buaya di beberapa lokasi di Republik, bukan sekedar kejadian sporadis insidentil semata. Juga bukan sekedar kecerobohan dan kesalahan analisis lingkungan yang parah. Akan tetapi menunjukkan bahwa negeri ini adalah negeri Buaya bukan biaya !!!tapi buaya.
Sidoarjo, Buduran 2025
Penggantian fonem di kata "Buaya" membentuk sebuah relasi makna yang mengejutkan. Ini adalah Bahasa Indonesia yang dahulu diperkenalkan oleh Hamzah Fansuri dengan nur ilmu Bahasa Indonesia nya.
Buaya, biaya, beaya, baaya, boaya
Ada makna binatang buas (buaya, boaya), ada makna finansial (biaya, beaya), ada makna berbahaya dalam kata baaya, dalam kondisi huruf h luluh tidak dibaca dan tidak dituliskan.
Akan tetapi fokus saat ini bukan pada perspektif bahasa. Tapi pada realitas yang memperkenalkan Indonesia sebagai sebuah negeri Buaya.
Penangkapan Biaya di Sidoarjo, Jabon 2025
Mengejutkan, menarik, akan tetapi eksistensi hewan buas bukan kepada estetis keindahannya, akan tetapi pada sifat kebuasaan nya yang muncul, dan lebih kepada kewaspadaan. Hindari sompral mulut jika berhadapan dengan hewan buaya ini. Karena sikap diam buaya itu sedang menganalisis kondisi, kemudian dia akan bergerak cepat sesuai dengan kesimpulan, dan secepat kilat juga buaya berhasil menangkap mangsanya.
Jadi narasi dan informasi tentang buaya ini bukanlah sebuah pendekatan pemaknaan, sebuah situasi dan kondisi, yang biasa dipakai model komunikasi di Negeri Republik. Akan tetapi ini realitas tentang binatang buaya.
Buaya sudah bukan sekedar bahan diskusi, atau cerita seram buaya jadi-jadian yang disebut juga dalam bahasa teknis ya'zuj wa ma'juj.
Akan tetapi ini sungguh-sungguh buaya beneran di hadapan mata. Yang
harus diwaspadai dengan mata yang menempel di wajah, bukan semata-mata
mata batin yang ada dan yang melihat obyek-obyek alam di mana mata batin
bekerja. Karena ini barangnya ada, karena ini hewannya ada di hadapan
kita, bukan sebuah realitas batin.
Panik dong. Harus panik. Ternyata kita ini ada di negeri Buaya. Bangs** !!!! (Makian, disensor oleh Redaksi) Ternyata kita ini hidup bersama buaya. Bisa mencaplok sewaktu-waktu, saat kita lalai. Waspadai dan jangan lalai. Panik saja !!!
Tapi sepertinya bersikap tidak terlalu panik itu lebih baik. Karena sikap waspada itu tidak muncul bersamaan dengan sikap panik. Jangan panik atau mau panik, tinggal memilih saja. Akan tetapi mana yang lebih menguntungkan panik atau tidak panik ?
Baca :
2024 : Buaya di Bengawan Solo Bojonegoro
Buaya Di Sekitar Lumpur Lapindo, Muncul di Perbatasan Tanggul Angin Porong, Sidoarjo
2021 : Buaya Versus Manusia di Mojokerto : Melepas Buaya ? Sok Cinta Alam Tak Peduli Manusia ? (Broken Link) link baru
Memohon
perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena kita ini negeri
Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan negeri Paman Sam, Katanya In God We Trust
tapi gak pernah meminta perlindungan kepada God yang disebut-sebut itu.
Begitu lah negeri Paman Sam. Mengakui Tuhan hanya dalam konsep,
realisasi nya there is no GOD. Namanya juga bukan negeri Pancasila.
Jika di Surabaya ada wacana Hati-Hati Ada Buaya, maka di Sidoarjo, Mojokerto, Bojonegoro, Kalimantan, Papua dan banyak lokasi Republik lain yang menunjukkan bahwa negeri ini bukan semata-mata habitat manusia, akan tetapi habitat buaya !!!
Laporan: MIG